Dipublikasikan oleh Eka Mandala
Apr 14, 2023
7 menit membaca
Daftar Isi
Ibnu Khaldun: Filsafat Sejarah – Ibnu Khaldun lahir 1332, umurnya sekitar 74 tahun dan meninggal sekitar tahun 1407. Nama asli beliau Abdurrahman bin Muhammad, nama ayahnya Muhammad bin Muhammad Khaldun. Mbah Buyut Ibnu Khaldun adalah orang besar, namanya Khalid bin Usman. Keluarga pak Holid ini nanti disebut Bani Khaldun, sehingga dikenallah salah satu keturunannya dengan nama Ibnu Khaldun.
Khaldun sempat mengalami kekecewaan-kekecewaan politik, banyak difitnah. Pada awalnya dia seorang pejabat politik, kemudian dia mundur dan lebih memilih karir intelektual. Ibnu Khaldun masuk dunia intelek, meskipun awalnya dia sakit luar biasa karena difitnah dipojokkan.
Pokok Bahasan
Berikut pokok-pokok bahasan Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, oleh Bp. Fahruddin Faiz. Kajian lengkapnya bisa Anda dengarkan di bagian bawah artikel ini.
Pemahaman Luar: Narrative History, cerita tentang „masa lalu‟, menjawab pertanyaan-pertanyaan elementer: apa, siapa, kapan dan dimana_dikritik Ibnu Khaldun sebagai„materi tanpa substansi, bagai pisau tanpa sarung‟.
Pemahaman Dalam: Penalaran Kritis (Nadhar) dan Upaya mencari kebenaran (Tahqiq). Disebut sebagai sejarah kritis dan merupakan bagian dari hikmah (filsafat). Menjawab pertanyaan bagaimana, mengapa dan apa jadinya.
Observation, Criticism, Comparison, Examination
Pemihakan (Partisanship) kepada pandangan atau dogma tertentu
Misalnya: cerita bahwa Al-Hajjaj itu adalah putra seorang Ustadz. Di masa kini (jaman Ibn Khaldun), ustadz/guru itu adalah profesi yang sering dipandang rendah, khususnya oleh kelas menengah ke atas. Seorang guru dicitrakan sebagai lemah, miskin dan rendah hati. Padahal di era dua dinasti pertama Islam memiliki posisi yang sangat penting sebagai Ulama’, Warasatul Anbiya’, yang mentransmisikan ajaran-ajaran dari Nabi dan merupakan anggota masyarakat paling mulia dan paling dihormati di tengah masyarakat.
‘Umran ini dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. ‘Umran badawi (bedouin culture)
2. ‘Umran hadhari (civic culture)
Perubahan sosial masyarakat mengarah pada ciri-ciri kehidupan hadhari. Tetapi pencapain hadharah juga merupakan awal kejatuhan masyarakat secara etis, yang kemudian menjadi kejatuhan secara sosial-material.
TATAMADDAN AL-MADINAH: Masyarakat yang belum mencapai suatu kematangan, cenderung untuk memusatkan diri pada usaha untuk mencukupi kebutuhan, yaitu
mengusahakan bahan pangan pokok (al-aqwat).
AL-KAMALAT MIN AL-MA’ASH: Kemewahan Hidup. Kota-kota mereka kian maju, sejumlah bidang pekerjaan (al-a’mal) mulai muncul, maka pelan-pelan mereka akan mulai memanfaatkan surplus kekayaan yang ada (al-zai’d).
Orientasi:
Tahap pertama, fondasi pemerintahan negara dicanangkan berdasarkan kekuatan ‘asabiyya.
Tahap kedua, pemusatan kekuasaan, dimana penguasa mulai berusaha membatasi kekuasaan dan melemahkan ‘asabiyya. Rakyat di tekan agar tunduk dan patuh pada kekuasaannya, sehingga rakyat mulai tidak senang kepada penguasanya dan mulai bersikap acuh tak acuh terhadap keadaan negaranya.
Tahap ketiga. kesantaian untuk menikmati kekuasaan yang diwariskan oleh penguasa terdahulu dan tahap dimana negara telah mencapai kemakmuran, semangat ‘asabiyya pun mulai melemah.
Tahab keempat, kemalasan, dimana negara dalam keadaan statis dan tidak
ada pembaharuan.
Tahap kelima, penghamburan kekayaan negara, dimana penguasa negara menjadi perusak kebaikan-kebaikan yang telah di bangun oleh para pendahunya. Negara pada tahap ini sudah tua dan sudah dihinggapi penyakit yang berat dan sulit disembuhkan.
“Bahwa mereka yang kalah selalu “tergila-gila” untuk meniru mereka yang menang menyangkut ciri-ciri fisik, pakaian, mazhab pemikiran, segala bentuk kebiasaan dan adat mereka” (fi anna al-maghluba mula’ abadan bi al-iqtida’ bi al-ghalibi fi shi’arihi wa ziyyihi wa nihlatihi).
Jiwa (al-nafs) bangsa-bangsa yang ditaklukkan biasanya cenderung memandang bahwa bangsa-bangsa yang menaklukkan mereka memiliki kesempurnaan yang sifatnya “alamiah”.
Level penundukan: 1) level “fisik” yang biasanya melibatkan kekekerasan, entah melalui perang atau agresi, 2) level “mental” (Di sinilah, bangsabangsa yang ditundukkan memiliki anggapan bahwa bangsa yang menang memiliki “keunggulan” secara alamiah atas mereka).
Silahkan dengarkan kajian lengkap filsafat sejarah Ibnu Khaldun, oleh Bp. Fahruddin Faiz di bawah ini:
PART 1
PART 2
PART 3
THROUGHOUT HISTORY, MANY NATIONS HAVE SUFFERED A PHYSICAL DEFEAT, BUT THAT HAS NEVER HAS MARKED THE END OF A NATION. BUT WHEN A NATION HAS BECOME THE VICTIM OF A PSYCHOLOGICAL DEFEAT, THEN THAT MARKS THE END OF A NATION
“HE WHO FINDS A NEW PATH IS A PATHFINDER, EVEN IF THE TRAIL HAS TO BE FOUND AGAIN BY OTHERS; AND HE WHO WALKS FAR AHEAD OF HIS CONTEMPORARIES IS A LEADER, EVEN THOUGH CENTURIES PASS BEFORE HE IS RECOGNIZED AS SUCH.”
“Mungkin sarjana lain yang datang kemudian, yang mendapat anugerah Tuhan berupa pikiran yang besar dan kesarjanaan yang kokoh, ada yang ingin memasuki persoalan-persoalan ini secara lebih mendetil dari pada yang telah kami lakukan…..Para generasi selanjutnyalah yang secara bertahap dapat menjawab persoalan-persoalan itu, sehingga disiplin ini dapat disuguhkan dengan sempurna…”
Lisensi
Ngaji Filsafat Ibnu Khaldun: Filsafat Sejarah.
Edisi: Filsafat Sejarah ke 173, Bersama Dr. Fahruddin Faiz, di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta, 08 November 2017
Website: mjscolombo.com
© lifestyle.pinhome.id