Dipublikasikan oleh Nur Afika Cahya dan Diperbarui oleh Nabila Azmi
Sep 21, 2023
14 menit membaca
Daftar Isi
Kalender Jawa merupakan sebuah sistem penanggalan, yang dulunya sudah digunakan oleh Kesultanan Raja Mataram dan berbagai kerajaan lainya. Penanggalan Jawa ini memiliki keistimewaan yang berbeda dengan yang lain, sesuai dengan filosofi orang Jawa.
Ini karena penanggalan ini memiliki system pemaduan penanggalan antara penanggalan Islam, Hindu, dan penanggalan Julian yang merupakan penanggalan budaya Barat. Kalender Jawa menunjukkan perputaran hidup antara manusia dengan hidup yang sudah diberikan oleh Allah Swt, yakni sang pencipta Jagat Raya, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Terdapat juga beberapa hari baik di kalander Jawa yang cocok untuk kamu beli rumah. Kamu bisa membeli rumah di Dewe Residence Pasuruan atau rumah cantik lainnya di Mojokerto. Agar lebih mudah mewujudkannya, Pins bisa mengajukan KPR di Pinhome.
Baca juga:
Kalender Jawa, juga dikenal sebagai Penanggalan Jawa, adalah sistem penanggalan yang menggabungkan unsur Islam, Hindu, dan sedikit budaya Barat. Kalender ini memiliki dua siklus hari, satu minggu dengan tujuh hari dan satu pekan pancawara dengan lima hari pasaran.
Pada 1633 Masehi (1555 Saka), Sultan Agung mencoba mengislamkan Jawa dengan mengganti penanggalan Saka yang berdasarkan matahari menjadi kalender lunar. Namun, tahun-tahun Saka tetap digunakan, tanpa mengikuti tahun Hijriyah.
Dekret Sultan Agung berlaku di wilayah Kesultanan Mataram, termasuk Jawa dan Madura, tetapi tidak di Banten, Batavia (Jakarta sekarang), dan Banyuwangi. Sistem ini juga tidak diadopsi oleh Bali dan Sumatra yang kurang terpengaruh budaya Jawa.
Kalender Jawa mengoperasikan dua siklus hari, yakni siklus mingguan dengan tujuh hari (dari Senin hingga Ahad). Sementara itu, siklus pekan pancawara terdiri dari lima hari pasaran, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Ini juga dipakai dalam hitungan weton Jawa untuk pernikahan.
Kalender Jawa mencoba mengintegrasikan periode peredaran bulan, periode saptawara (mingguan), dan pancawara (pasaran) untuk menciptakan rumusan yang sederhana agar dapat dimengerti oleh masyarakat umum. Dalam perhitungannya, kalender ini menggunakan siklus 8 tahun yang dikenal sebagai windu.
Setiap windu memiliki pola tertentu yang membuat pergantian tahun selalu jatuh pada hari-hari tertentu, dan pola ini akan berulang di windu berikutnya. Awalnya, saat diperkenalkan pada tahun 1555 Jawa Islam, tanggal 1 Sura tahun Alip selalu dimulai pada hari Jumat Legi. Namun, untuk penyesuaian dengan siklus bulan yang sebenarnya, setiap kurup (periode 120 tahun atau 15 windu) menghilangkan 1 hari.
Saat ini, tanggal 1 Sura tahun Alip dimulai pada hari Selasa Pon, yang dikenal sebagai siklus kurup Alip Selasa Pon atau kurup Asapon.
Baca juga:
Sejarah Kalender Jawa memiliki akar yang dalam dalam budaya Jawa. Kalender ini pertama kali diperkenalkan oleh Mpu Hubayun pada tahun 911 SM, menciptakan landasan penting bagi penanggalan dalam masyarakat Jawa.
Kemudian, pada tahun 50 SM, Prabu Sri Mahapunggung I, yang lebih dikenal sebagai Ki Ajar Padang I, memperkenalkan perubahan penting dalam aksara dan sastra Jawa. Perubahan ini mencakup pemilihan aksara berdasarkan konsep “Sangkan Paraning Dumadi,” yang mengacu pada asal usul kehidupan. Bila Pins belajar di SMAN 3 Semarang, sejarah ini mungkin pernah terdengar.
Konsep ini juga mengikuti peredaran matahari, sebagai lawan dari “Sangkan Paraning Bawana,” yang mencerminkan asal usul isi semesta. Perkembangan ini membawa dampak signifikan pada perkembangan budaya dan penanggalan Jawa selanjutnya.
Baca juga:
Siklus hari dalam Kalender Jawa memiliki keragaman yang menarik dalam budaya dan bahasa Jawa. Pada zaman kuno, terdapat 10 jenis minggu yang berbeda, dengan jumlah hari dalam seminggu bervariasi dari satu hingga sepuluh hari.
Setiap minggu memiliki nama yang berbeda, yaitu Ekawara, Dwiwara, Triwara, Caturwara, Pancawara, Sadwara, Saptawara, Hastawara, Nawawara, dan Dasawara. Selain itu, terdapat juga pekan yang terdiri dari lima hari, yang dikenal sebagai “pasar” dalam budaya Jawa. Ini penjelasan lengkapnya.
Baca juga:
Hari Pasaran Lima dalam Kalender Jawa memiliki makna simbolik yang unik yang merujuk pada posisi sikap bulan dalam setiap pasaran.
Kemudian sebuah pekan yang terdiri atas tujuh hari, yakni yang dikenal di budaya-budaya lain. Ini memiliki siklus yang terdiri dari 30 pekan. Setiap pekan disebutnya dengan satu wuku atau setelah 30 wuku maka akan muncul siklus baru.
Siklus ini total berjumlah ada 210 hari, dan kemungkinannya hari dari pekan terdiri dari 7, 6 dan 5 hari bertemu. Untuk lebih jelasnya coba lihat perumusan tata penanggalan Jawa di bawah ini.
Masyarakat Jawa sudah mempercayainya bahwa hitungan 7 hari dalam waktu seminggu, adalah awal bermulanya Tuhan menciptakan alam semesta dengan 7 tahap. Yang dimana tahap pertama diawali hari Radite (Minggu).
Perlu di diketahui bahwa penyebutan elemen ini hanyalah sebagai simbol dan bukan merupakan urutan kejadian alam semesta. Dari simbol inilah yang nantinya akan digunakan untuk mengenali karakter hari.
Baca juga:
Berikut ini elemen hari yang dimaksud dalam kalender Jawa:
Nama hari ini dihubungkan dengan sistem bulan-bumi. Gerakan (solah) dari bulan terhadap bumi adalah nama dari ke tujuh tersebut yaitu:
Penanggalan Bulan dalam Kalender Jawa memiliki makna simbolik yang unik dan mendalam. Setiap fase bulan mencerminkan metafora kehidupan manusia.
Pada tanggal pertama setiap bulan, bulan terlihat kecil seperti bayi yang baru lahir, dan secara bertahap tumbuh menjadi lebih besar dan terang. Hari keempat belas, Badr Siddhi, melambangkan orang dewasa yang menikah.
Tanggal 15 menandai bulan purnama, yang masih terang namun mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan. Pada tanggal 20, panglong, orang mulai kehilangan ingatan. Sementara itu, tanggal 25, sumur, menggambarkan perhatian orang terhadap kehidupan mereka oleh orang lain.
Tanggal 26, Manjing, menandai kembalinya manusia ke tempat asalnya, sementara sisa hari-hari menunjukkan awal siklus hidup baru dalam keyakinan Kalender Jawa.
Konsep ini mencerminkan hubungan yang dalam antara alam semesta, manusia, dan penciptanya. Penanggalan Bulan Kalender Jawa juga mengajarkan makna yang mendalam tentang kehidupan, perjalanan manusia, dan pengembalian akhir ke asalnya.
Ini mengingatkan manusia untuk mengikuti jalan yang diizinkan oleh Tuhan yang akan membimbing mereka menuju pemahaman tentang asal usul kehidupan, atau “sangkan paraning dumadi.”
Baca juga:
Kalender Weton Jawa adalah sistem penanggalan yang digunakan oleh orang Jawa. Selain sebagai penentu ulang tahun, sistem ini dipakai untuk memahami sifat, kepribadian, dan nasib seseorang. Selain itu, kalender ini digunakan untuk menentukan waktu yang tepat untuk penanaman dan panen, hari baik pindah rumah, memprediksi pasangan yang cocok, atau memilih hari yang baik untuk berbagai tujuan.
Kalender Weton Jawa mencampurkan tujuh hari dalam seminggu dengan lima hari Pasar Jawa (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) yang membentuk siklus berulang setiap 35 hari. Ini berarti ulang tahun seseorang akan terulang setiap lima minggu, dan setiap ulang tahun memiliki pengaruhnya sendiri dalam menentukan karakter, kepribadian, dan takdir individu.
Kalender Weton Jawa memiliki akar yang dalam dalam budaya Jawa dan telah menjadi pedoman yang diwariskan dari generasi ke generasi. Berbagai metode, formula, dan penilaian digunakan dalam interpretasi Weton, memberikan pengaruh yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari dan pengambilan keputusan orang-orang Jawa.
Baca juga:
Urutan bulan dalam Kalender Jawa mengikuti sistem kalender komariah yang mirip dengan Kalender Hijriah. Terdapat 12 bulan dalam kalender ini, masing-masing dengan jumlah hari yang berbeda. Urutan nama bulan Jawa adalah sebagai berikut:
Sistem penanggalan Jawa ini didasarkan pada pengamatan alam dan pengalaman hidup masyarakat selama bertahun-tahun. Hal ini mencerminkan hubungan erat antara budaya dan alam dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk lebih jelasnya, berikut urutan bulan dalam kalender Jawa serta maknanya:
Baca juga:
Suro adalah sebuah bulan pertama dalam sistem penanggalan kalender Jawa. Bulan Sura memiliki jumlah hari pada bulan ini adalah 30 hari.
Bulan suro bertepatan dengan bulan Muharram pada kalender Islam. Nama surah itu sendiri diambil dari perayaan Asyura yang bertepatan dengan tanggal 10 Muharram pada sistem kalender untuk bulan Islam.
Urutan bulan jawa yang kedua adalah bulan Sapar. Dalam kalender Jawa bulan Sapar jumlah sebanyak 29 hari. Bulan Sapar yang bertepatan dengan bulan perjalanan di kalender Islam. Nama Sapar juga diambil dari bulan Safar dalam sistem kalender Hijriah.
Baca juga:
Urutan bulan ketiga Jawa yakni bulan Mulud. Bulan maulud memiliki jumlah hari sebanyak 30. Bulan maulud bertepatan dengan bulan Rabi \’al-Awwal dalam kalender Islam. Nama maulud ini berasal dari perayaan ulang tahun Nabi, yang jatuh pada awal musim semi di sistem kalender Hijriah.
Bulan Bakda Mulud adalah urutan bulan ke empat dalam sebuah penanggalan kalender Jawa. Bakda Mulud memiliki jumlah hari sebanyak 29 hari.
Jumadilawal adalah bulan kelima dalam sistem kalender Jawa yang memiliki 30 hari. Bulan pertama Jumadil bertepatan dengan bulan awal Galilea pada kalender Islam. Sementara itu, nama Jumadilawal juga diambil dari bulan Jumaadil Awal dalam sistem kalender Hijriah.
Baca juga:
Urutan bulan jawa yang keenam adalah Jumadilakhir. Dalam kalender Jawa, bulan ini memiliki 29 hari. Jumat terakhir bertepatan dengan akhir bulan pada kalender Islam. Nama Jadadilakhir diambil dari nama Jadadil bulan lalu dalam sistem kalender Hijriah.
Rajab adalah bulan ketujuh dalam sistem kalender Jawa dan memiliki 30 hari. Dalam masyarakat Jawa, bulan ini umumnya merupakan salah satu bulan terbaik untuk merayakan, misalnya pernikahan Jawa-Sunda.
Urutan bulan Jawa berikutnya adalah Ruwah yang sering disebut dengan bulan arwah atau bulan saban. Jumlah hari pada bulan ini adalah 29 hari.
Waktu bulan al-Rawah bertepatan dengan bulan Sa`ban dalam kalender Islam. Nama “Ruwah” dimulai dengan Nifsu Syaban, yang merupakan amalan dari roh selama setahun yang dicatat pada bulan Sya’ban dalam sistem kalender Hijriah.
Baca juga:
Bulan Pasa adalah urutan bulan kesembilan dalam sistem kalender Jawa. Pasa biasanya disebut “Poso”. Pasa memiliki jumlah 30 hari. Bulan ini juga disebut bulan puasa.
Memasuki bulan kesepuluh dari kalender Jawa, yaitu Sawal. Bulan Al-Sawal memiliki 29 hari. Bulan ini bertepatan dengan bulan Syawal di kalender Islam. Nama Al-Syawal juga berasal dari nama Al-Syawal dalam sistem kalender Hijriah.
Bulan sela adalah urutan Jawa kesebelas yang sering disebut sebagai Dulkangidah atau bulan Apit. Bulan ini memiliki 30 hari. Sela tersebut bertepatan dengan bulan Dqlaida dalam agenda kalender Islam. Nama sela tersebut berasal dari bahasa Sansekerta.
Baca juga:
Momen bulan terakhir atau bulan kedua belas dalam sistem kalender Jawa sangat penting. Bulan besar sering disebut dengan bulan Dulkahijjah dan memiliki 29 hari atau 30 hari.
Besar ini bertepatan dengan bulan Dzuhijah dalam kalender Islam. Nama “Besar” dikaitkan dengan Idul Adha dan ibadah haji yang dirayakan di bulan Dhu al-Hijjah pada sistem kalender Hijriah.
Dengan demikian, jumlah hari dalam satu tahun Jawa atau satu tahun Saka adalah 354 atau 355 hari.
Urutan nama bulan dalam Kalender Islam atau Kalender Hijriyah didasarkan pada sirkulasi bulan dan penting dalam sejarah Islam. Kalender Hijriyah dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn al-Khattab. Ia memerintahkan hijrah Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah.
Kalender ini terdiri dari 12 bulan, dengan durasi bulan berkisar antara 29 hingga 30 hari. Dalam hadis, Nabi Muhammad menjelaskan urutan nama-nama bulan dalam kalender Hijriyah, dimulai dengan Dhu al-Hijjah, Muharram, dan seterusnya. Ada empat bulan yang dianggap terlarang dalam Islam, yaitu Dhu al-Qi’dah, Dhu al-Hijjah, Muharram, dan Rajab.
Kalender Hijriyah memiliki signifikansi penting dalam agama Islam, digunakan untuk menentukan waktu-waktu penting seperti ibadah, puasa, haji, dan perayaan agama, seperti Ramadan dan Idul Fitri. Alhasil, urutan nama-nama bulan dalam kalender Hijriyah memiliki nilai spiritual dan praktis yang tinggi bagi umat Islam. Berikut penjelasan singkat setiap bulan yang ada di kalender hijriyah.
Baca juga:
Bulan ini diharamkan atau menjadi pantangan. Nama itu terlarang karena bulan ini melarang pertikaian atau pertumpahan darah. Larangan itu berlanjut sampai hingga sampai masa awal Islam.
Shafar berarti kosong. Nama Al Shafar, karena semua penduduk Arab bulan itu meninggalkan rumah untuk bermigrasi, berdagang dan bertempur, sehingga permukiman mereka kosong dari populasi laki-laki.
Rabi’ul awal berasal dari kata rabbi (menetap) dan awal (pertama). Hal Ini berarti bahwa pria yang meninggalkan rumah atau bermigrasi akan kembali, sehingga hal ini adalah waktu awal bagi pria untuk tinggal di rumah.
Pada bulan inilah sering terjadi peristiwa bersejarah bagi umat Islam, yaitu:
Bulan keempat adalah Rabi’ul Akhir, yang berarti periode penyelesaian akhir dan akhir untuk pria Arab.
Bulan berikutnya adalah Jumadil Awal. Nama bulan Jumadil Awal ini berasal dari kata Jumadi (kering) dan Awal (pertama). Itu bernama Jamil Awal karena bulan ini adalah awal musim kemarau, ketika kekeringan dimulai.
Bulan keenam berikutnya adalah Jumadil Akhir, yang berarti musim kemarau telah berakhir.
Bulan Rajab memiliki makna yang mulia. Itulah disebutnya Rajab, karena orang Arab masa lalu dimuliakan pada bulan rajab ini, misalnya dengan melarang perang.
Bulan kedelapan adalah Saaban, yang berarti kelompok. Dinamai Sha\’ban karena orang Arab bulan itu, secara umum, berkelompok untuk mencari nafkah. Peristiwa penting bagi umat Islam yang terjadi saat itu adalah pergerakan arah kiblat dari Yerusalem ke Kabah (baitullah).
Ramadhan memiliki makna yang sangat panas. Bulan ini membakar dosa, karena umat Islam bulan ini harus berpuasa selama sebulan.
Ramadhan adalah satu-satunya bulan yang sering disebutkan dalam Al Qur’an, karena bulan ini memiliki keutamaan, kemurnian, dan kelebihan yang berbeda.
Peristiwa penting dalam Bulan Ramadhan antara lain:
Bulan kesepuluh adalah Syawal, yang berarti kebahagiaan. Arti dari Syawal adalah agar orang kembali ke fitrah yang suci, karena setelah puasa, mereka membayar zakat dan saling memaafkan. Ini sangat bahagia.
Bulan Dzikir berasal dari kata-kata dzul (pemilik) dan qa’dah (duduk). Bulan ini disebut dzulqodah, karena bulan ini adalah waktu istirahat bagi lelaki Arab tua itu. Mereka menikmati dan menghabiskan waktu santai di rumah.
Bulan kedua belas atau terakhir adalah bulan Dzulhijjah. Bulan ini memiliki arti melakukan haji. Itulah disebutnya dengan Dzulhijjah, karena pada bulan ini umat Islam sejak zaman Nabi Adam AS. Ibadah haji telah ditunaikan.
Demikian pembahasan kali ini mengenai sistem penanggalan kalender jawa yang lengkap beserta penjelasan lainya. Semoga bermanfaat, Terima Kasih.
Baca juga:
Temukan pilihan rumah dan apartemen terlengkap di Aplikasi Pinhome. Cek properti pilihan kami dan temukan keunggulan, fasilitas menarik dan promo menguntungkan lainnya cuma di Pinhome! Cari tahu juga tips penting persiapan beli rumah dan KPR di Property Academy by Pinhome.
Hanya Pinhome.id yang memberikan kemudahan dalam membeli properti. Pinhome – PINtar jual beli sewa properti.
© lifestyle.pinhome.id